Al: Pelanggaran HAM Serius di Aksi Massa, hashtag #RakyatDukungAmnestyInternational Menggema


photo:jurnalislam

Jakarta, Rakyat Demokrasi -- Pagi hari ini (6/3), media sosial terutama twitter diramaikan dengan tagar #RakyatDukungAmnestyInternational, seruan ini terkait dengan pelangaran HAM yang dilakukan Polri saat menjaga aksi tanggal 21-23 Mei lalu. Tagar yang bertajuk #RakyatDukungAmnestyInternational dimulai sejak tadi pagi pukul 6.00 WIB. Akankan tagar ini menjadi trending topik Indonesia hari ini? We'll see...

Amnesty International Indonesia (AII) menyatakan Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serius terhadap warga tak berdaya saat melakukan penyisiran di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, usai kerusuhan 22 Mei.

"Polisi telah melakukan beragam pelanggaran serius terhadap HAM di Kampung Bali dan wilayah sekitarnya di Jakarta pada 21-23 Mei 2019," ujar Direktur Eksekutif AII Usman Hamid lewat keterangan tertulis, Selasa (25/6).

Hal itu merupakan bagian dari temuan investigasi yang dilakukan dalam rangka menyambut Hari Internasional PBB untuk Mendukung Korban Penyiksaan yang diperingati setiap 26 Juni.

Temuan itu berdasarkan verifikasi metadata dan keaslian video tim Amnesty International di Berlin, Jerman, dan wawancara terhadap sejumlah narasumber yang mengetahui kejadian.

Usman menuturkan investigasi itu berawal dari beredarnya sebuah video di media sosial pada 24 Mei 2019. Video itu memperlihatkan belasan personel Brigade Mobil (Brimob) melakukan penyiksaan terhadap seseorang yang sudah tidak berdaya.

Investigasi pihaknya juga menemukan bahwa kepolisian melakukan pelanggaran HAM terhadap empat orang lainnya di kawasan tersebut.Lebih lanjut, Usman menceritakan kekerasan itu terjadi di lahan kosong milik Smart Service Parking, di Kampung Bali, Jakarta, Kamis (23/6), pukul 05.30 WIB. Saat itu, ia berkata Brimob tengah melakukan penyisiran usai insiden bentrok antara aparat dan massa.

"Ketika pagar [lahan parkir] dibukakan, anggota satuan kepolisian tersebut melakukan penangkapan dengan menggunakan kekerasan yang tidak diperlukan terhadap setidaknya dua orang. Dengan kata lain, kekerasan fisik digunakan terhadap orang yang tidak melawan dan tidak berdaya sebagaimana yang direkam dalam video viral tersebut," ujarnya.

Setelah melakukan penangkapan, Usman menyampaikan lima orang tersebut diseret oleh personel Brimob ke depan gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Selama perjalanan ke Bawaslu, ia menyebut sejumlah oknum Brimob lain juga melakukan kekerasan terhadap lima orang tersebut.

Bahkan, kata Usman, seorang narasumber menyampaikan bahwa ada satu dari lima orang tersebut diseret dengan kondisi luka parah. Penyiksaan pun terus berlanjut di dalam mobil.

"Penyisiran secara brutal seperti yang terjadi di Kampung Bali jelas merupakan tindakan kriminal karena aparat menggunakan tindakan kekerasan yang tidak diperlukan. Negara harus membawa anggota Brimob yang melakukan penyiksaan tersebut ke pengadilan untuk diadili agar ada keadilan bagi korban," cetus dia.

Massa pendemo berunjuk rasa menolak hasil rekapitulasi Pilpres 2019 oleh KPU.Massa pendemo berunjuk rasa menolak hasil rekapitulasi Pilpres 2019 oleh KPU. (CNN Indonesia/Safir Makki) Ia menyebut korban yang mengalami luka paling parah hingga kini masih dirawat di ICU RS Kramat Jati dengan pengawalan sangat ketat dari aparat.

Dalam video lain, Usman menyebut polisi juga melakukan kekerasan terhadap seorang yang mengenakan rompi relawan dengan lambang bendera Indonesia di dada kanannya. Polisi menendangnya di bagian perut hingga jatuh ke trotoar, sebelum dikeroyok beramai-ramai oleh anggota lainnya.

Tak hanya itu, polisi juga melakukan kekerasan terhadap seseorang yang ditangkap di dekat lampu merah perempatan Jalan Sabang dan Jalan Wahid Hasyim. Sebelum ditangkap, ia diteriaki, "Nangis, nangis, nangis." Salah satu anggota Brimob lantas memukul kakinya dengan tongkat dan satu orang lain menendangnya dari belakang.

Lihat juga:Kapolri Akan Cocokkan Investigasi 21-22 Mei dengan Komnas HAM "Polisi punya hak untuk menggunakan kekerasan jika diperlukan namun harus tetap dalam koridor asas proporsionalitas," ujar Usman.

Propam Tak Optimal


Amnesty Internasional Indonesia pun menyerukan penyelidikan independen dan imparsial untuk mengungkap penyiksaan itu, serta peninjauan sistem akuntabilitas dalam menangani dugaan pelanggaran HAM oleh kepolisian.

"Organisasi ini juga mengimbau agar polisi dilatih agar dapat menerapkan Peraturan Kapolri Nomor 8/2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Dasar Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia," ujar Usman.

Terkait dengan persoalan tersebut, AII sudah membuat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo yang berisi rangkuman temuan investigasi.

Lewat surat itu, pihaknya berharap pemerintah menanggapi dugaan pelanggaran HAM yang terjadi pada 21-23 Mei 2019 untuk mewujudkan komitmennya sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Hukum Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia.

Lebih dari itu, ia menyampaikan sudah saatnya Indonesia memiliki mekanisme pengaduan terhadap polisi yang independen. Pasalnya, aduan internal kepada divisi profesi dan pengamanan (propam) masih belum optimal menindak pelanggaran HAM yang dilakukan oleh personel Kepolisian.

"Diperlukan suatu lembaga pengawas yang memiliki kewenangan yang memadai untuk membawa mereka yang bertanggungjawab terhadap pelanggaran HAM ke hadapan pengadilan," ujarnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan pihaknya sudah menerapkan prosedur yang sesuai saat melakukan penindakan kericuahan 22 Mei, mulai dari persuasif hingga represif.

"Dan anggota sudah memahami tahapan-tahapan itu," ujarnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan bakal memberikan sanksi jika ada anggota yang terbukti melakukan pelanggaran ketentuan dalam proses pengamanan 22 Mei.

Untuk mengetahui pelanggaran itu, ada mekanisme yang mesti dilakukan sebelum akhirnya menjatuhkan saksi kepada anggota.

"Mekanisme dan sidang disiplin, dari mekanisme sidang disiplin itu baru bisa diputuskan pelanggaran dan kesalahan apa yang dilakukan," kata Dedi di Kemenko Polhukam, Sabtu (25/5).

Selengkapnya

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url