Sudrajat Kritik Demokrasi yang tidak Peduli Kecerdasan Memilih
Rakyat Demokrasi - Dalam sistem demokrasi di Indonesia, syarat orang untuk mengambil suatu keputusan politik yakni seseorang pergi ke TPS untuk memilih. Mengambil keputusan politik itu perlu kecerdasan," kata Sudrajat saat berdiskusi dengan pengurus Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) di Jalan Bekatonik, Kota Bandung, Jumat (19/1).
Bakal Calon Gubernur Jawa Barat, Mayjen TNI (Purn) Sudrajat, berpendapat masyarakat Indonesia harus lebih dulu dipastikan cerdas sebelum diizinkan memberi suara dalam sistem pemilihan langsung.
Padahal, lanjut dia seperti dikutip RMOL Jabar, tidak semua pemilih di Indonesia mempunyai kemampuan menentukan pilihan politik dengan baik. Akibatnya, pemilih mengambil keputusan politik memilih calon pemimpin tanpa memahami visi dan misi yang dicanangkan para calon. Sistem one men one vote tidak mempedulikan aspek kecerdasan.
"Misalnya di Amerika saja, perempuan ikut Pemilu baru tahun 1920. Begitupun di Inggris perempuan baru boleh masuk ke bilik suara itu tahun 1941 setelah sistem demokrasi berjalan jauh semuanya," ujar kandidat yang didukung Partai Gerindra, PKS dan PAN itu.
Hal itu berlaku di negara-nega tersebut karena dahulu laki-laki dianggap lebih cerdas dibandingkan dengan perempuan, sehingga proses pemilu pun tidak langsung diikuti oleh perempuan karena faktor itu.
"Waktu itu perempuan itu adalah tidak lebih cerdas, kurang cerdas, tapi di Indonesia sekarang waktu kita pemilu, semua yang kurang cerdas dan tidak cerdas pun masuk ikut memilih," jelas mantan Dubes RI untuk Republik Rakyat China itu.
Dia melihat hal itu sebagai peluang praktik politik uang, atau politik pengumpulan suara dalam demokrasi Indonesia.
"Mudah-mudahan ke depan kita akan membangun sistem demokrasi yang ada di Indonesia," ucapnya.\
Selengkapnya
Bakal Calon Gubernur Jawa Barat, Mayjen TNI (Purn) Sudrajat, berpendapat masyarakat Indonesia harus lebih dulu dipastikan cerdas sebelum diizinkan memberi suara dalam sistem pemilihan langsung.
Padahal, lanjut dia seperti dikutip RMOL Jabar, tidak semua pemilih di Indonesia mempunyai kemampuan menentukan pilihan politik dengan baik. Akibatnya, pemilih mengambil keputusan politik memilih calon pemimpin tanpa memahami visi dan misi yang dicanangkan para calon. Sistem one men one vote tidak mempedulikan aspek kecerdasan.
"Misalnya di Amerika saja, perempuan ikut Pemilu baru tahun 1920. Begitupun di Inggris perempuan baru boleh masuk ke bilik suara itu tahun 1941 setelah sistem demokrasi berjalan jauh semuanya," ujar kandidat yang didukung Partai Gerindra, PKS dan PAN itu.
Hal itu berlaku di negara-nega tersebut karena dahulu laki-laki dianggap lebih cerdas dibandingkan dengan perempuan, sehingga proses pemilu pun tidak langsung diikuti oleh perempuan karena faktor itu.
"Waktu itu perempuan itu adalah tidak lebih cerdas, kurang cerdas, tapi di Indonesia sekarang waktu kita pemilu, semua yang kurang cerdas dan tidak cerdas pun masuk ikut memilih," jelas mantan Dubes RI untuk Republik Rakyat China itu.
Dia melihat hal itu sebagai peluang praktik politik uang, atau politik pengumpulan suara dalam demokrasi Indonesia.
"Mudah-mudahan ke depan kita akan membangun sistem demokrasi yang ada di Indonesia," ucapnya.\
Selengkapnya